Warisan Dunia
UNESCO telah mengakui nilai khas dan karakter khusus budaya Korea dengan menempatkan sejumlah warisan budaya Korea dalam Daftar Warisan Dunia. Pada tahun 1995, UNESCO menambahkan Kuil Bulguksa dan Gua Seokguram dalam daftar tersebut, keduanya terletak di Gyeongju, di Propinsi Gyeongsangbuk-do; balok-balok kayu Tripitaka Koreana untuk menuliskan kitab-kitab suci agama Budha dan Jangggyeongpanjeon (ruang-ruang besar untuk menyimpan balok-balok kayu tersebut) di lantai dasar Kuil Haeinsa di Propinsi Gyeongsangnam-do; dan Jongmyo, Tempat Ibadah Kerajaan untuk menghormati para leluhur di Seoul.
Istana Changdeokgung di Seoul dan Benteng Hwaseong di Suwon dimasukkan dalamDaftar Warisan Dunia pada tahun 1997. Pada tahun 2000, dua warisan budaya Korea kembali ditambahkan dalam daftar tersebut: situs-situs dolmen di Gochang, Hwasun dan Ganghwado, serta Tempat Bersejarah Gyeongju, ibukota Kerajaan Silla kuno (57 SM – 935 M), di mana sejumlah besar warisan budaya dan tempat bersejarah dipelihara dengan sangat baik. Pada tahun 2007, UNESCO menyebut pulau vulkanik Jejudo dan pipa-pipa lavanya sebagai bagian alam semesta yang memiliki keindahan luar biasa yang menjadi saksi mengenai sejarah planet kita.
Kuil Bulguksa dan Gua Seokguram dibangun selama kurun waktu 23 tahun, yang dimulai pada tahun 751 pada masa Kerajaan Silla oleh Perdana Menteri Kim Dae-seong (701-774). Disebutkan bahwa Kim dilahirkan kembali sebagai anak seorang perdana menteri karena sebelumnya ia adalah anak saleh dari seorang janda miskin. Ia sendiri menjadi perdana menteri dan berhenti dari jabatannya pada tahun 750 untuk mengawasi pembangunan Bulguksa yang didirikan untuk menghormati orang-tua dari kehidupannya sekarang dan Seokguram untuk menghormati orang-tua dari kehidupannya sebelumnya.
Pintu masuk yang megah dari Kuil Bulguksa
Bulguksa digunakan sebagai tempat ibadah umum, sedangkan Seokguram digunakan untuk tempat ibadah pribadi raja.
Dibangun pada serangkaian teras dari batu, Bulguksa menyatu menjadi satu kesatuan organik dengan dataran berbatu-batu di kaki bukit Tohamsan yang berhutan lebat. Kuil ini menjadi tempat bagi Seokgatap (Pagoda dari patung Budha yang Bersejarah) dan Dabotap (Pagoda dari Warisan-warisan Berjumlah Banyak), serta Cheongungyo (Jembatan Awan Biru), Baegungyo (Jembatan Awan Putih) dan Chillbogyo (Jembatan Tujuh Harta Karun) – tiga tangga yang disebut jembatan karena secara simbolis menjadi penghubung antara dunia sekuler dengan dunia spiritual Budha.
Terdapat banyak warisan budaya di dalam maupun di luar lantai dasar kuil, termasuk patung-patung Budha dengan perunggu dengan lapisan berkilau. Yang mendominasi halaman Daeungjeon (Balairung Utama) adalah dua dari pagoda yang paling indah di Korea Seokgatap yang tingginya 8,3 meter dan Dabotap dengan tinggi 10,5 meter dibangun sekitar tahun 756. Ciri utama Seokgatap adalah bahwa pagoda ini memiliki kesederhanaan yang menandai sifat maskulin namun juga keagungan kaum bangsawan yang menjadi lambang proses kenaikan menuju tingkat spiritual yang lebih tinggi yang bisa dicapai melalui ajaran-ajaran Sakyamuni, sedangkan Dabotap yang sangat dekoratif lebih memiliki sifat feminin dan melambangkan kompleksitas dunia.
Ruangan bundar utama dari Gua Seokguram
Telah mengalami proses renovasi selama Gua Seokguram telah mengalami proses renovasi selama beberapa tahun terakhir. Gua ini adalah gua batu buatan yang menampilkan sebuah patung Budha besar dalam posisi duduk yang dikelilingi oleh 38 Bodhisattva. Seperti halnya bangunan-bangunan di sekitar Bulguksa, gua ini juga dibuat dari batu granit.
Seokguram terdiri dari satu ruang luar berbentuk persegi panjang dan satu ruang dalam berbentuk bulat, dengan langit-langit berbentuk kubah, dan kedua ruang ini dihubungkan oleh sebuah lorong. Dipahat dari satu balok batu granit, patung Budha paling utama setinggi 3,5 meter duduk dengan kaki terlipat di atas sebuah tahta berbentuk bunga teratai dan menghadap ke timur, dengan mata tertutup karena meditasi yang sangat teduh, dengan wajah tenang yang menunjukkan pengertian akan segala sesuatu. Seokguram melambangkan gabungan dari pengetahuan yang dimiliki oleh Kerajaan Silla mengenai arsitektur, matematika, geometri, fisika, agama dan seni menjadi satu kesatuan organik dan merupakan salah satu mahakarya agama Budha di Korea.
Janggyeongpanjeon, dua ruang penyimpanan di Kuil Haeinsa, merupakan tempat penyimpanan Tripitaka Koreana, yang terdiri dari 81.258 balok kayu dengan huruf cetakan, yang merupakan kitab suci agama Budha versi Dinasti Goryeo (918–1392). Dengan lebih dari 52 juta huruf-huruf Cina yang dicetak secara akurat, kitab ini merupakan kitab suci agama Budha yang tertua dan terlengkap yang ada di dunia saat ini.
Balok-balok kayu Tripitaka Koreana
Tempat Ibadah Jongmyo
Jongmyo, Tempat Ibadah Kerajaan untuk menghormati para leluhur, didirikan pada tahun 1395, tiga tahun sejak berdirinya Dinasti Joseon (1392 – 1910). Kuil ini menjadi tempat penyimpanan catatan-catatan kehidupan (the spirit tablets) para raja dan ratu dinasti ini. Tatacara upacara peringatan yang rumit, beserta musik yang menyertainya, disebut Jongmyojeryeak, diciptakan dengan tujuan untuk menjadi Mahakarya Warisan Budaya Manusia Berbentuk Lisan dan Non-Fisik (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Upacara pertunjukan ritual peringatan tradisional Joseon dilaksanakan pada hari Minggu pertama bulan Mei di kuil Jongmyo.
Istana Changdeokgung dibangun untuk pertama kalinya pada tahun 1405 dan dibangun kembali setelah hancur terbakar pada tahun 1592 dalam masa penjajahan Jepang. Istana ini sendiri merupakan sebuah mahakarya, namun yang terutama menonjol adalah taman di bagian belakang (Huwon), yang disebut juga Taman Rahasia (Biwon), yang diakui secara luas karena taman-tamannya yang ditata dengan indah dan kreatif. Taman ini mencakup hampir tiga perempat dari 405.636 meter persegi luas istana, dan dibuat dengan citarasa tinggi, dengan unsur-unsur utama taman tradisional Korea: paviliun dan ruang-ruang besar yang indah, kolam teratai, batu-batu berbentuk unik, jembatan-jembatan batu, tangga-tangga, serta kolam dan mata air yang tersebar di antara hutan-hutan yang lebat.
Benteng Hwaseong dibangun selama 34 bulan di Suwon, bagian selatan Seoul, pada tahun 1796. Benteng ini menggabungkan teknologi konstruksi paling mutakhir, teoriteori pertahanan militer, serta prinsip-prinsip estetika demi menciptakan benteng perhananan militer paling maju yang pernah dimiliki oleh Korea. Benteng ini terbentang pada dataran bergunung-gunung, mengelilingi sebuah pusat perkotaan, melalui dataran tanah datar serta mencakup empat pintu gerbang utama dan beberapa pintu gerbang lain yang lebih kecil, pospos komando, menara-menara pengawas, temboktembok rendah di atas benteng yang digunakan untuk menyerang musuh (battlements), pos-pos penjagaan, serta bunker-bunker. Sebagian besar benteng terluar seluas 5.743 meter masih berdiri hingga kini.
Istana Changdeokgung
Benteng Hwaseong di Suwon
Gyeongju dan situs-situs dolmen di daerah-daerah setingkat kabupaten Gochang, Jeollabuk-do; Hwasun, Jeollanam; dan Ganghwa, Gyeonggi-do, telah ditambahkan dalam Daftar Warisan Dunia pada tahun 2000.
Gyeongju merupakan ibukota Kerajaan Silla selama seribu tahun, dan wilayah ini dikenal sebagai “”Museum Tanpa Dinding”” karena tempat ini kaya dengan benda-benda bersejarah. Jeju dan Pipa-pipa Lava mencakup tiga tempat yang memiliki luas 18.846 hektar. Tempat pertama adalah Geomunoreum yang dikenal sebagai sistem gua dengan pipa lava yang paling indah di dunia, dengan langit-langit dan lantai karbonat yang beraneka warna, serta dinding lava berwarna gelap; Seongsan Ichulbong, yakni kawah menakjubkan berbentuk seperti benteng yang muncul ke atas permukaan laut; serta Hallasan, gunung tertinggi di Korea Selatan, dengan air terjun, formasi batuan berbagai bentuk, serta sebuah danau kawah kecil.
Makam-makam dari Dinasti Silla di Gyeongju
Dolmen
Hallasan dan pipa lava di Jeju-do
Situs-situs dengan keindahan estetika yang mengagumkan ini juga mejadi saksi dari sejarah planet kita, bagian-bagian beserta proses-prosesnya yang membentuk dunia kita.
cre: berbagai sumber
UNESCO telah mengakui nilai khas dan karakter khusus budaya Korea dengan menempatkan sejumlah warisan budaya Korea dalam Daftar Warisan Dunia. Pada tahun 1995, UNESCO menambahkan Kuil Bulguksa dan Gua Seokguram dalam daftar tersebut, keduanya terletak di Gyeongju, di Propinsi Gyeongsangbuk-do; balok-balok kayu Tripitaka Koreana untuk menuliskan kitab-kitab suci agama Budha dan Jangggyeongpanjeon (ruang-ruang besar untuk menyimpan balok-balok kayu tersebut) di lantai dasar Kuil Haeinsa di Propinsi Gyeongsangnam-do; dan Jongmyo, Tempat Ibadah Kerajaan untuk menghormati para leluhur di Seoul.
Istana Changdeokgung di Seoul dan Benteng Hwaseong di Suwon dimasukkan dalamDaftar Warisan Dunia pada tahun 1997. Pada tahun 2000, dua warisan budaya Korea kembali ditambahkan dalam daftar tersebut: situs-situs dolmen di Gochang, Hwasun dan Ganghwado, serta Tempat Bersejarah Gyeongju, ibukota Kerajaan Silla kuno (57 SM – 935 M), di mana sejumlah besar warisan budaya dan tempat bersejarah dipelihara dengan sangat baik. Pada tahun 2007, UNESCO menyebut pulau vulkanik Jejudo dan pipa-pipa lavanya sebagai bagian alam semesta yang memiliki keindahan luar biasa yang menjadi saksi mengenai sejarah planet kita.
Kuil Bulguksa dan Gua Seokguram dibangun selama kurun waktu 23 tahun, yang dimulai pada tahun 751 pada masa Kerajaan Silla oleh Perdana Menteri Kim Dae-seong (701-774). Disebutkan bahwa Kim dilahirkan kembali sebagai anak seorang perdana menteri karena sebelumnya ia adalah anak saleh dari seorang janda miskin. Ia sendiri menjadi perdana menteri dan berhenti dari jabatannya pada tahun 750 untuk mengawasi pembangunan Bulguksa yang didirikan untuk menghormati orang-tua dari kehidupannya sekarang dan Seokguram untuk menghormati orang-tua dari kehidupannya sebelumnya.
Pintu masuk yang megah dari Kuil Bulguksa
Bulguksa digunakan sebagai tempat ibadah umum, sedangkan Seokguram digunakan untuk tempat ibadah pribadi raja.
Dibangun pada serangkaian teras dari batu, Bulguksa menyatu menjadi satu kesatuan organik dengan dataran berbatu-batu di kaki bukit Tohamsan yang berhutan lebat. Kuil ini menjadi tempat bagi Seokgatap (Pagoda dari patung Budha yang Bersejarah) dan Dabotap (Pagoda dari Warisan-warisan Berjumlah Banyak), serta Cheongungyo (Jembatan Awan Biru), Baegungyo (Jembatan Awan Putih) dan Chillbogyo (Jembatan Tujuh Harta Karun) – tiga tangga yang disebut jembatan karena secara simbolis menjadi penghubung antara dunia sekuler dengan dunia spiritual Budha.
Terdapat banyak warisan budaya di dalam maupun di luar lantai dasar kuil, termasuk patung-patung Budha dengan perunggu dengan lapisan berkilau. Yang mendominasi halaman Daeungjeon (Balairung Utama) adalah dua dari pagoda yang paling indah di Korea Seokgatap yang tingginya 8,3 meter dan Dabotap dengan tinggi 10,5 meter dibangun sekitar tahun 756. Ciri utama Seokgatap adalah bahwa pagoda ini memiliki kesederhanaan yang menandai sifat maskulin namun juga keagungan kaum bangsawan yang menjadi lambang proses kenaikan menuju tingkat spiritual yang lebih tinggi yang bisa dicapai melalui ajaran-ajaran Sakyamuni, sedangkan Dabotap yang sangat dekoratif lebih memiliki sifat feminin dan melambangkan kompleksitas dunia.
Ruangan bundar utama dari Gua Seokguram
Telah mengalami proses renovasi selama Gua Seokguram telah mengalami proses renovasi selama beberapa tahun terakhir. Gua ini adalah gua batu buatan yang menampilkan sebuah patung Budha besar dalam posisi duduk yang dikelilingi oleh 38 Bodhisattva. Seperti halnya bangunan-bangunan di sekitar Bulguksa, gua ini juga dibuat dari batu granit.
Seokguram terdiri dari satu ruang luar berbentuk persegi panjang dan satu ruang dalam berbentuk bulat, dengan langit-langit berbentuk kubah, dan kedua ruang ini dihubungkan oleh sebuah lorong. Dipahat dari satu balok batu granit, patung Budha paling utama setinggi 3,5 meter duduk dengan kaki terlipat di atas sebuah tahta berbentuk bunga teratai dan menghadap ke timur, dengan mata tertutup karena meditasi yang sangat teduh, dengan wajah tenang yang menunjukkan pengertian akan segala sesuatu. Seokguram melambangkan gabungan dari pengetahuan yang dimiliki oleh Kerajaan Silla mengenai arsitektur, matematika, geometri, fisika, agama dan seni menjadi satu kesatuan organik dan merupakan salah satu mahakarya agama Budha di Korea.
Janggyeongpanjeon, dua ruang penyimpanan di Kuil Haeinsa, merupakan tempat penyimpanan Tripitaka Koreana, yang terdiri dari 81.258 balok kayu dengan huruf cetakan, yang merupakan kitab suci agama Budha versi Dinasti Goryeo (918–1392). Dengan lebih dari 52 juta huruf-huruf Cina yang dicetak secara akurat, kitab ini merupakan kitab suci agama Budha yang tertua dan terlengkap yang ada di dunia saat ini.
Balok-balok kayu Tripitaka Koreana
Tempat Ibadah Jongmyo
Jongmyo, Tempat Ibadah Kerajaan untuk menghormati para leluhur, didirikan pada tahun 1395, tiga tahun sejak berdirinya Dinasti Joseon (1392 – 1910). Kuil ini menjadi tempat penyimpanan catatan-catatan kehidupan (the spirit tablets) para raja dan ratu dinasti ini. Tatacara upacara peringatan yang rumit, beserta musik yang menyertainya, disebut Jongmyojeryeak, diciptakan dengan tujuan untuk menjadi Mahakarya Warisan Budaya Manusia Berbentuk Lisan dan Non-Fisik (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Upacara pertunjukan ritual peringatan tradisional Joseon dilaksanakan pada hari Minggu pertama bulan Mei di kuil Jongmyo.
Istana Changdeokgung dibangun untuk pertama kalinya pada tahun 1405 dan dibangun kembali setelah hancur terbakar pada tahun 1592 dalam masa penjajahan Jepang. Istana ini sendiri merupakan sebuah mahakarya, namun yang terutama menonjol adalah taman di bagian belakang (Huwon), yang disebut juga Taman Rahasia (Biwon), yang diakui secara luas karena taman-tamannya yang ditata dengan indah dan kreatif. Taman ini mencakup hampir tiga perempat dari 405.636 meter persegi luas istana, dan dibuat dengan citarasa tinggi, dengan unsur-unsur utama taman tradisional Korea: paviliun dan ruang-ruang besar yang indah, kolam teratai, batu-batu berbentuk unik, jembatan-jembatan batu, tangga-tangga, serta kolam dan mata air yang tersebar di antara hutan-hutan yang lebat.
Benteng Hwaseong dibangun selama 34 bulan di Suwon, bagian selatan Seoul, pada tahun 1796. Benteng ini menggabungkan teknologi konstruksi paling mutakhir, teoriteori pertahanan militer, serta prinsip-prinsip estetika demi menciptakan benteng perhananan militer paling maju yang pernah dimiliki oleh Korea. Benteng ini terbentang pada dataran bergunung-gunung, mengelilingi sebuah pusat perkotaan, melalui dataran tanah datar serta mencakup empat pintu gerbang utama dan beberapa pintu gerbang lain yang lebih kecil, pospos komando, menara-menara pengawas, temboktembok rendah di atas benteng yang digunakan untuk menyerang musuh (battlements), pos-pos penjagaan, serta bunker-bunker. Sebagian besar benteng terluar seluas 5.743 meter masih berdiri hingga kini.
Istana Changdeokgung
Benteng Hwaseong di Suwon
Gyeongju dan situs-situs dolmen di daerah-daerah setingkat kabupaten Gochang, Jeollabuk-do; Hwasun, Jeollanam; dan Ganghwa, Gyeonggi-do, telah ditambahkan dalam Daftar Warisan Dunia pada tahun 2000.
Gyeongju merupakan ibukota Kerajaan Silla selama seribu tahun, dan wilayah ini dikenal sebagai “”Museum Tanpa Dinding”” karena tempat ini kaya dengan benda-benda bersejarah. Jeju dan Pipa-pipa Lava mencakup tiga tempat yang memiliki luas 18.846 hektar. Tempat pertama adalah Geomunoreum yang dikenal sebagai sistem gua dengan pipa lava yang paling indah di dunia, dengan langit-langit dan lantai karbonat yang beraneka warna, serta dinding lava berwarna gelap; Seongsan Ichulbong, yakni kawah menakjubkan berbentuk seperti benteng yang muncul ke atas permukaan laut; serta Hallasan, gunung tertinggi di Korea Selatan, dengan air terjun, formasi batuan berbagai bentuk, serta sebuah danau kawah kecil.
Makam-makam dari Dinasti Silla di Gyeongju
Dolmen
Hallasan dan pipa lava di Jeju-do
Situs-situs dengan keindahan estetika yang mengagumkan ini juga mejadi saksi dari sejarah planet kita, bagian-bagian beserta proses-prosesnya yang membentuk dunia kita.
cre: berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar