KUMPULAN CERITA RAKYAT
CERITA RAKYAT DESA MUARA EMIL, KEC. TANJUNG AGUNG, KAB. MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN , INDONESIA.
" ASAL MULA DUSUN SILAP "
" ASAL MULA DUSUN SILAP "
( DUSUN SAUNG NAGO )
By. Henra Poetra Emil
Ada suatu cerita atau bisa dikatakan kisah nyata mengenai hilangnya
sebuah dusun beserta seluruh isinya dan raib dari pandangan kasat mata
manusia berganti alam dari alam nyata sebagaimana alam manusia menjadi
alam ghaib atau alamnya para Jin dan sejenisnya. Seperti dituturkan
kembali oleh beberapa tokoh dan pemangku adat Desa Muara Emil, Bpk. Yahya ( alm ) dan Bpk. Adenan ( alm ).
Dialiran sungai Emil tepatnya diwilayah Desa Muara Emil, Kecamatan
Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim yang berjarak lebih kurang 7 km
Barat Daya Desa Muara Emil terdapat sebuah perkampungan yang sudah
ramai penduduknya, perkampungan ini lebih dikenal dengan nama dusun
Saung Naga. Dusun Saung Naga ini dipimpin oleh seorang ketua dusun atau
Riye. Menurut cerita dusun Saung Naga ini silap atau menjadi ghaib, karena penduduknya telah melakukan suatu pantangan atau melanggar aturan adat.
Adalah pada suatu ketika penduduk dusun Saung Naga ini akan mengadakan
upacara sesembahan atau lebih dikenal dengan nama sedekah pedusunan yang biasa rutin dilakukan setiap tahun sekali. Sebelum upacara sedekah pedusunan ini dilakukan, biasanya Riye melakukan semedi atau betarak disuatu
tempat guna memohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa agar upacara sedekah
pedusunan kali ini bisa berjalan dengan lancar dan tidak ada halangan
suatu apapun. Dalam tarak nya, Riye mendapat petunjuk bahwa Getuk Gangsa
sebagai simbol kekuasaan dan kekuatan Yang Maha Kuasa menghendaki pada
sedekah pedusunan kali ini mereka harus menyembelih kerbau sebanyak
Dua ekor. Kedua ekor kerbau tersebut harus memenuhi syarat, kerbau
pertama harus kerbau putih bertanduk hitam dan kerbau kedua yaitu
kerbau hitam bertanduk putih. Setelah di musyawarahkan kepada semua
penduduk akhirnya disetujui untuk menyiapkan dan mencari kerbau
sebagaimana yang dikehendaki oleh Getuk Gangsa. Untuk diketahui bahwa getuk gangsa
ini adalah sejenis kentongan yang terbuat logam campuran antara Besi,
Tembaga dan Nikel yang dipercaya mempunyai kekuatan dan kesaktian, dan
sangat dikeramatkan oleh penduduk dusun Saung Naga dikala itu.
Dalam usaha mencari kerbau seperti yang dikehendaki oleh Getuk Gangsa
tersebut rupanya tidaklah mudah terutama kerbau hitam bertanduk putih,
sedangkan kerbau putih bertanduk hitam sudah didapatkan dan tinggal
menunggu untuk disembelih saja. Dengan segala daya dan upaya segenap
penduduk dikerahkan untuk mencari kerbau hitam bertanduk putih, namun
tetap saja tidak membawa hasil. Hingga pada suatu hari datanglah
seorang pemuda yang sudah terbilang bujang lapuk atau bujang tua
menghadap kepala dusun atau Riye, dan Si Bujang Tua tersebut
menyampaikan usul bagaimana cara mengatasi kesulitan yang dialami oleh
penduduk dusun Saung Naga dalam mencari kerbau Hitam bertanduk Putih.
Si Bujang Tua yang masih merupakan penduduk dusun Saung Naga ini dengan
diam-diam mengemukakan idenya kepada Riye,, bagaimana kalau tanduk
kerbau tersebut dilumuri dengan Kapur sehingga akan terlihat berwarna
putih. Setelah berpikir sejenak Riye dusun Saung Naga inipun akhirnya
menganggukkan kepala tanda setuju dengan ide yang disampaikan oleh Si
Bujang Tua tersebut. Mereka berdua sepakat untuk merahasiakan ide
tersebut kepada penduduk . Dan pada keesokan harinya diumumkan kepada
seluruh penduduk dusun bahwa kerbau yang dicari mereka selama ini
akhirnya bisa didapatkan yaitu seekor kerbau hitam bertanduk putih dan
seekornya lagi kerbau putih bertanduk hitam.
Dengan muka berseri-seri seluruh penduduk dusun Saung Naga
besar-kecil, tua-muda, laki-laki dan perempuan semua ramai berkumpul di
Balai Agung untuk menyaksikan acara penyembelihan kerbau sebagai tanda
acara sedekah pedusunan akan dimulai. Segala sesuatunya dipersiapkan
termasuk Getuk Gangsa yang diyakini mempunyai kesaktian dan kekuatan.
Setelah semuanya siap akhirnya kedua ekor kerbau disembelih, dan
darahnya dilumurkan ke badan Getuk Gangsa sebagai simbol bahwa
permintaan Getuk Gangsa tersebut telah dilaksanakan. Adapun daging
kerbau tadi dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk secara merata.
Akan halnya dengan Si Bujang Tua tadi, dia dengan harap-harap cemas
menunggu pembagian jatah daging kerbau dipondoknya saja, karena dia
tidak bisa untuk ke Balai Agung seperti penduduk lainnya karena Si
Bujang Tua ini menjaga ladang Padi yang sebentar lagi akan dipanen.
Setelah sekian lama menunggu, haripun beranjak sore, namun daging
kerbau yang ditunggu-tunggu tak jua datang. Dengan rasa jengkel dan
kesal Si Bujang Tua berkata dalam hati, ” oi...inilah kalu jemew
sarew, nikdew nian ketehingat jemew ngguk aku.....menew aku ni lah
bujang tue pulew,,,,,jehet nian bagien idup ” (oi...
inilah kalau orang miskin, tidak akan pernah diingat orang, ditambah
lagi aku ini seorang bujang tua, alangkah tragisnya nasip hidup ini ).
Dengan
sedikit sisa-sisa kesabaran, Si Bujang Tua masih berusaha untuk
menunggu pembagian jatah daging, lama ditunggu masih tak jua datang,
akhirnya Si Bujang Tua memutuskan untuk mendatangi Balai Agung berharap
masih bisa mendapat pembagian jatah daging. Tapi apadaya jangankan
daging kerbau, orang-orang pun sudah sepi, sudah kembali kerumah
masing-masing yang tinggal cuma Getuk Gangsa. Melihat getuk gangsa ada
disitu, dengan diiringi rasa sesal dan kecewa, timbulah niat dalam diri
Si Bujang Tua untuk membuka rahasia mengenai kerbau yang sudah
disembelih siang tadi. Dengan segenap perasaan yang mendalam Si Bujang
Tua bertutur ” oi,,,getuk gangsa, bese engan ni lah di budi kan new ole
jemew dusun ini, besew kebew itam betanduk putih tu, tanduk new tu di
cucukhi jemew ngan kapukh, dami kebew putih betanduk itam tu, tanduk new
tu di entak jemew ngan akhang ”. (
oi...getuk gangsa, bahwasanya Getuk Gangsa sudah ditipu oleh penduduk
dusun Saung Naga, bahwasanya kerbau hitam bertanduk putih, tanduk
tersebut sudah dilumuri dengan Kapur, sedang kerbau putih bertanduk
hitam, tanduknya di cat dengan arang kayu )
Tak lama berselang, setelah penuturan Si Bujang Tua di hadapan Getuk
Gangsa, terjadilah keanehan. Getuk Gangsa yang tadinya hanya sebuah
benda mati, berubah wujud menjadi seekor naga raksasa, dengan suara
yang nyaring dan membahana naga raksasa tadi melentingkan diri
melompat dan terjun kesungai Emil dan membuat sebuah terowongan dibawah
sungai yang konon menurut ceritanya, terowongan tersebut bermuara di
desa Tanjung Lalang ( kurang lebih berjarak 20km dari lokasi dusun Silap ). Adapun tempat terjunnya sang naga tersebut sekarang dikenal dengan nama Lubuk Saung Naga.
Seiring dengan perubahan wujud Getuk Gangsa menjadi naga raksasa,
dusun Saung Naga-pun menjadi raib atau lenyap ( silap ) berikut dengan
semua penduduk yang ada didalamnya, tak terkecuali Si Bujang Tua.
Menurut keterangan tetua-tetua dusun dari Desa Muara Emil, keturunan
dari orang-orang Dusun Silap itu masih hidup sampai sekarang, ini
dikarenakan sewaktu terjadi peristiwa raibnya dusun tersebut ada
beberapa orang penduduk sedang bertandang kedesa tetangga, ada juga
yang sedang berada di kebun yang letaknya agak jauh dari dusun silap
tersebut. Sehingga beberapa orang tersebut tidak ikut lenyap. Keturunan
orang-orang Dusun Silap tersebut kebanyakan bermukim di desa Lubuk
Nipis.
Masih menurut cerita, walaupun penduduk Dusun Silap sudah berbeda
alam, pada sekitar kurun waktu tahun 1942 hingga tahun 1970-an atau
sewaktu masih penjajahan Jepang, para pejuang kemerdekaan yang
kebetulan sedang berada atau bergeriliya dilokasi Dusun Silap tersebut
atau penduduk setempat seperti penduduk desa Muara Emil, Tanjung
Agung, Matas, Paduraksa, Pagar Dewa dan sekitarnya masih bisa
berhubungan dan berkomunikasi dengan penghuni Dusun Silap. Ini terbukti
kalau kita kebetulan sedang berada dilokasi Dusun Silap tersebut, kita
membutuhkan alat untuk memasak, atau kita membutuhkan piring dan
cangkir kita tinggal bertutur ” oi jemew dusun ini pelah pinjami kami piring/cangkir, kami kelupewen mbewe ndi humah ” ( Wahai orang yang ada didusun ini, tolong pinjamkan kami piring atau cangkir, kami lupa membawa dari rumah ).
Tidak lama kemudian apa yang kita inginkan tersebut akan muncul
seketika. Akan tetapi setelah alat perabotan tersebut telah selesai
kita gunakan harus kita kembalikan lagi ketempat semula. Tapi sayang
hal-hal tersebut sekarang tidak bisa lagi dilakukan, hal ini disebabkan
oleh keserakahan dan ketamakan manusia itu sendiri. Banyak alat dan
perabotan milik penduduk Dusun Silap tersebut setelah dipinjam tidak
dikembalikan lagi. Sehingga mungkin membuat mereka marah, dan tidak mau
lagi berhubungan dengan bangsa manusia.
Demikian kisah ini kami tuturkan kembali dengan harapan bisa untuk
diambil hikmahnya, dan juga untuk memperkaya khasanah cerita rakyat
daerah Muara Enim pada khususnya, dan cerita rakyat daerah Sumatera
Selatan pada umumnya.sumber :
http://poetramuaraemilcreatif.blogspot.com/p/ajn-colections.html
Komentar
Posting Komentar